Gapura buat apa (5)

episode Runtuh

Wak Jamin memang membuktikan ucapannya. Minggu-minggu menjelang tanggal 17 Agustus adalah ajang pamer pembangunan Gapura kampung ala one and the only Jamin’s style. Memang ditangani tukang-tukang bangunan yang dibayar mahal, bahkan seorang arsitek profesional dipanggil serius untuk menangani ambisi pribadinya itu. Belum lagi untuk rekaman dan foto-fotonya. Hanya satu yang kurang, tidak ada warga yang turut serta, tidak ada restu, bahkan para orang tua melarang anak-anak kecil sekedar bermain di gapura kampung itu.

Tidak ada yang saling menganggu itu prinsip yang dipegang Kek Roto dalam memimpin warga. Jadi meskipun Wak Jamin tidak mendapat dukungan, sepanjang tidak menganggu orang lain tidak ada masalah. Persilakan ambisi pribadi, dan kumpulan warga lain tetap menikmati perayaan HUT Kemerdekaan RI kali ini dengan cara lain. Sekedar masak-masak bareng ibu-ibu warga, yang kemudian disajikan dalam bentuk tumpengan nasi kuning, plus beraneka lalapan, dan sambal.

Kupikir memang telah terpampang pemandangan kontras diantara 2 kubu kampung. Di ujung satu Gapura buatan Wak Jamin demikian megah namun sepi bersiap memenangkan kontes, sedangkan di ujung lain keramaian warga tumpah ruah dalam acara tumpengan yang sarat canda walau itu tersajikan sederhana.

Inilah sepinya kemegahan versus kebersamaan. Siapa yang menang ? Masa bodoh, toh masing-masing puas dengan pilihan masing-masing.

BRAKKK … !!! KRASAKK !! SRAKK SRUKK!!!! “
Suara keras menggerasak memecahkan suasana hangat perayaan 17-an malam itu, ketika aku sedang asyik menambah nasi tumpeng. Semua orang terkejut, saling tengok kanan-kiri, beberapa tersedak, mengira-ngira ada kejadian apa gerangan.

Kek Roto dan beberapa warga termasuk aku segera keluar. Mereka tak lagi melihat lampu terang Gapura Wak Jamin di ujung jalan. Terlihat kemudian bayangan hitam mendekat cepat.

Tolongggg… tolongg …!!! Gapura Gapura !!!… Wak Jamin ehmm hah hah tolonggg!!!” Kang Rojak tersengal-sengal karena lari kencang.

Kek Roto segera menangkap tubuh Kang Rojak.
Tenang … tenang…. hei yang lain ambilkan minum, Ton kamu lihat kondisi Gapura dan Wak Jamin !! “

Aku dan sepuluh warga lain segera berlari ke ujung jalan, lalu terhamparlah sebuah pemandangan yang mengenaskan. Gapura yang baru sore tadi kulihat megah sekali sekarang hanya puing-puing di sela-sela temaram kebakaran api korsleting listrik.
Gapura Wak Jamin di tabrak trukk !!!” seru tertahan Mang Juki sebelahku.
Ayooo segera tolong sopir truknya ! cari Wak Jamin ..!!” refleksku.

Kami membutuhkan waktu 1 jam, untuk mengevakuasi para korban. Wak Jamin pingsan luka parah setelah tertimpa bangunan gapura dari batu bata itu, sedangkan sopir truknya ditemukan masih terjepit dalam truk. Pihak kepolisian, ambulans rumah sakit tak henti-henti meneriakkan sirene kepedihan. Untunglah warga bergerak cepat menolong tanpa pamrih sehingga korban-korban itu segera dilarikan ke rumah sakit kota untuk mendapatkan pertolongan penyambung nyawa segera.

Menurut keterangan Kang Rojak pembantu Wak Jamin, sekitar jam 8 malam Wak Jamin keluar rumah untuk sekedar mengagumi Gapura buatannya sendiri. Kang Rojak disuruhnya memfoto-foto dirinya di depan Gapura. Bangga sekali dirinya, kocek hartanya memang terkuras untuk bangunan Gapura itu, tak apalah jika menang nanti toh akan kembali lunas terbayar dan masih untung berlipat-lipat.

Namun begitulah jika malang datang menjelang, untung menjadi urung karena tersandung. Kang Rojak yang sedang membidik kamera sekejap melihat bayangan truk besar mendekat cepat dari balik Gapura. Teriakan peringatannya terlambat. Gapura itu hanya dalam hitungan detik runtuh diterjang truk besar itu. Wak Jamin yang berbalik hanya bisa terpaku ditempat, mungkin antara kaget, shock berat, dan tak percaya. Kang Rojak masih menyaksikan sendiri tubuh Wak Jamin tertimpa keruntuhan bangunan Gapura dan sedikit terseret laju truk, mengerikan sekali.

Wak Jamin melewati masa kritisnya 3 hari, sembari bergantian ditunggui keluarganya. Di hari ketiga aku dan Kek Roto menjenguknya di rumah sakit.

Aku melihat mata Wak Jamin terbuka sedikit melihat kedatangan kami. Ia merintih dan menangis. “Gapuraku Roto .. uangku Roto …hu hu biaya rumah sakit ini .. oh hilang percumaaa “

Kek Roto meneduh air mukanya, menenangkannya, lalu menggenggam kedua tangan Wak Jamin.
Uangmu bisa dicari lagi ..,
biaya rumah sakitmu sudah aku tanggung …,
dan Gapuramu sedang dibangun lagi demi kampung kita ..,”

Sungguh ..?” tanyanya masih meragu.
Ya …” dan sebuah anggukan mantap meneguhkannya.

———————–
Aku yakin sekali Gapura itu memang harus runtuh, sebagai simbol runtuhnya keangkuhan dan kesombongan. Namun Gapura itu memang harus dibangun lagi sebagai simbol kebersamaan akan kepedulian warga. Gapura itu buat apa ? Setahu dulu hanya untuk memperingati HUT kemerdekaan. Tapi kemerdekaan apa ? Mulialah mereka yang berhenti menjadi budak dan dikejar-kejar ambisi. Gapura itu akan dibangun kembali untuk penanda kemerdekaan akan nafsu pribadi, menikmati hakiki walau hanya dalam aroma kesederhanaan.

by fixshine

diposting pertama untuk Ikastara.org
ditulis untuk menyambut HUT RI ke 62

Leave a comment