Taman kita

Bukalah jendela itu
maka tiap pagi akan kau saksikan
paman mentari menaburkan kehangatan
perhatikan garis-garis cahayanya
kemana jatuhnya ?

titik-titik embun yang berkilau
berlian-berlian tak terbeli penghias tetamanan
kebun mungil kita

paparan hijau basah
lembut bercahaya menyejukkan mata, berlama-lamalah
memandangnya agar sejuknya dunia mengelus kalbu
hapuskan kenangan-kenangan lalu yang merobek rasa
kuncup-kuncup yang mulai mekar, kesegaran aroma bunga
mari kita resapi ...

kau ingat ?
inilah kita saat - saat awal pertemuan
sesuatu yang segar, sesuatu yang lain dari biasa
merasuk begitu saja, menancap di hatiku
lalu ingin terus terulang
kupandangi terus kamu menyejukkan,
kaucari diriku katamu tiba-tiba tak nyaman jika ku tak ada sebentar saja
kudengarkan saja terus celotehmu, seperti nyanyian burung-burung pagi itu
tak beraturan menurut tangga nada, tapi merdu sekali di telinga
kauhabiskan waktu sampai detik terakhir bersamaku
sampai lapar dan haus pun adalah selingan

tetamanan itu
adalah miniatur bagaimana kita membentuk roman cinta
apakah kita hanya lewat sekilas mengagumi
lalu tergoda milik tetangga
atau kebanggaan dan kesyukuran merawat taman sendiri

selalu yang baru itu sesuatu yang menakjubkan
seiring waktu satu per satu ternoda dengan pengganggu
rumput liar, ulat hama, semut penggigit, dedaunan layu
semakin ganas ketika hujan penggerus tanah,
dan panas cuaca pelemah raga
tiada sepoi angin jika pohon perkasa belum bertahta
tiada mata air penyejuk jika sumur kehidupan belum tergali
tiada harapan keindahan lagi tanpa asa mau bersama lagi

kita harus bayar keindahan
yang telah menari
sayangku hal terindah bukanlah berdiam dan sekedar memuji
sayangku mari kita melebur menjadi bagian keindahan taman itu
kita jugalah pemeran utama dalam drama taman kita

mana cangkul, sekop, sapu lidi,
gunting ranting, ember air, juga ramuan anti jamur
tiada panorama yang abadi tanpa kita ikut mengabdi

tak perlu takut kotornya karena itu riasan alami
tak perlu geli dengan ulatnya karena taman kita mengajak becanda
tak perlu khawatir dengan bau keringatnya karena itulah kejujuran
... dimana kita saling menerima kekurangan
tak perlu ragu mengubah pola nuansa tata letak taman kita
... karena taman kita taman hati kita milik kita
sehingga tak ada waktu melirik tetangga

dan ketika semangat kita sampai pada titik lelah
mari merebah beralas tanah
memandang birunya langit
rasakan puas sunggingkan sumringah

kau dengar sayangku
taman kita berterima kasih
dengan hembusan sepoi angin lembutnya
..ini bukan mimpi,
... inilah tempat ternyaman
.... cinta tumbuh di hati
..... di taman kita taman kita sendiri


by fixshine
Advertisement

Orang baru

Kita sudah putus hampir 3 tahun yang lalu. Dan selama itu pula dirimu dan aku tidak bersapa, berbicara, bertemu, bahkan saling mengingat. Buat apa ? Aku tak butuh klarifikasi, karena memang yang ku mau kita menyudahi apa yang telah kita rajut indah sebelumnya. Semua darimu akan selalu kupertanyakan, hanya akan memperpanjang masalah, dan kita hanya ingin saling merasa benar saja.

Egois ya, sinis ya, tidak ada kesempatan kedua ? Masalahnya aku memang tidak ingin, kesempatan kedua hanya jika aku masih berharap kita kembali, dan kubuka hati ini. Jika tidak, berarti sudah kututup bagimu.

Sampai-sampai kutinggalkan kota tempat tinggalku dulu hanya untuk mempercepat hilangnya dirimu dari ingatanku. Dan, it’s work ! Aku memang melupakanmu, dengan suasana baru, kesibukan baru, teman-teman baru, dan kenyamanan-kenyamanan baru lainnya.

Namun hari ini,  entah setan darimana yang membawanya tiba-tiba dia melintas begitu saja di depanku. Di tengah kerumunan ramai orang berjalan di mall tiba-tiba ada tangan melambai ke arahku. Dan bak tersambar petir, radar anti terorku langsung menyalak keras. Mekanisme pertahanan dirimu langsung mendeteksi datangnya musuh.

Seribu sumpah serapah untuk menghalaunya sudah siap meluncur, namun dengan cepat dirimu menghilang di tengah kerumunan orang lewat. Menyisakan kekesalan-kekesalan yang memuncak.

Ternyata dia memang bukan tak sengaja lewat. Malam harinya, sms darinya entah darimana dia tahu, nangkring di hape-ku.

Aku minta maaf ya, tampaknya dulu aku belum sempat mengungkapnya …

Oww, rupanya dia mulai berani macam-macam cari perhatian, no way !! tidak kubalas sms nya langsung damprat saja. Begitu terangkat, langsung semprot.

“Ga usah macam-macam, ga ada cerita maaf buatmu. Kita sudah putus, dan jangan pernah berharap lagi … !! “

“Humm, baru saja mau ku sms undangan makan malam santai …” katanya tenang seakan volume suara galakku tak punya pengaruh.

“Ga ada yang perlu dijelaskan lagiiii !! kita ga kenal, dan aku ga mau melihat tampangmu lagi, jangan coba-coba !! tut… tuttt tutttt …”

Aku berusaha menegaskan agar dia tak punya harapan apa-apa lagi padaku.

Namun orang bilang ketika mulut berbicara semakin keras menolak, sebenarnya dalam hati berbicara sebaliknya. Mirip ketika orang dilarang merokok, faktanya malah para perokok semakin bertambah penggemarnya. Ketika kuteriakkan sekeras-kerasnya aku tak mau bertemu dia, sebenarnya aku menunggu respon darinya, aku ingin dia menangis memohon-mohon agar aku kembali padanya, dia menyesal, merasakan butuh diriku begitu sangat, dan tentu agar bisa kubalas dengan kata tidak. Sakit ku betapa aku tak dianggapnya dulu harus dia rasakan juga. Dia tidak bisa pergi dan datang begitu saja dengan mudahnya.

Memang tidak ada respon apapun sampai sekarang, dan benar-benar aku menunggu detik-detik apa yang akan terjadi. Ini menunggu tanpa kepastian, payahnya aku tadi malah berteriak-teriak agar dia tidak menghubungiku lagi, oh cinta saat aku membencinya pun aku masih bisa berharap. Ironis !!!

Baiklah jika kamu berminat besok ku tunggu di Cafe Seruni …

Singkat, menyebalkan karena sepertinya dia tidak menggubris respon penolakanku. Melegakan karena dia tetap merespon. Menyesakkan karena tetap membuatku terus bertanya mau apa dia.

Esok harinya aku memang memutuskan untuk datang, tapi kutegaskan berkali-kali pada diriku, tak ada toleransi lagi. Hanya ingin kutuntaskan saja rasa penasaranku.

Kulihat dia lebih dulu datang, sudah tersedia 2 gelas lemon juice di meja. Seakan dia sadar kehadiranku, dia menengok, mengembangkan senyum, dan melambaikan tangan. Tapi aku bukan mau takluk padanya. Tak kutanggapi dia, tanpa melihatnya, aku memilih mejaku sendiri. Kunanti apa sikapnya kemudian.

Puas rasanya melihatnya sedikit bingung, menerka maksudku. Ternyata, dia lalu mengangkat 2 gelas air minum di mejanya menuju ke arahku.

“Aku menunggu orang lain ..” ketika dia mendekat.

Dia tak menjawab. Melambaikan tangan ke pelayan, menyerahkan 2 gelas minum itu.

“Ga jadi minum ? Sayang duitmu …”

Dia diam saja. Lalu dengan tenang tetap duduk di depanku.

Bagiku inilah perang dalam sunyi, seribu kata ingin terucap tapi harus tertahan, hanya karena satu alasan “bukan aku yang butuh”. Dia yang mengundang, dia yang harus berusaha, suka tidak suka hasilnya semau-mauku.

Berdetik-detik berlalu, bermenit-menit terbuang dalam diam, mau apa sekarang, bosan melanda, tampaknya aku harus pulang saja. Tepat ketika mataku melirik jam tangan, dia membuka suara.
“Kau memilih kota yang tepat, tidak terlalu bising, macet, …”
“Apa pedulimu ? “ segera kupotong.

Dia menatap langsung mataku, tersenyum, tampaknya mau langsung to the point

“Aku senang kamu tampaknya nyaman tinggal di sini, kemarin ku lihat kamu semangat sekali berbelanja sana sini”
“Ya menjadi tak nyaman melihatmu, seperti bercak noda di pakaian putihku”
“Tapi aku tidak mengganggumu bukan ? Aku hanya menyapamu saja, karena toh tak kupungkiri kita kenal ?”
“Kenal katamu ?? !” kuhardik,” Ya kenal, bahwa kau pembohong besar, hentikan apapun yang kau akan lakukan padaku, lalu pergi !! ini kotaku dan tak kuijinkan kotaku kau usik “

Aku ingin melihatnya mati kutu, kehabisan akal. Dan segera pergi dengan penuh penyesalan. Tampaknya mekanisme pertahananku sangat solid malam ini. Aku teringat dahulu, ketika  memutuskanku via sms saja, aku seperti kehilangan pegangan. Berkali-kali ku mengirim sms tanpa jawaban, berkali-kali ku telpon yang hanya diterima mesin penjawab. Dia lenyap begitu saja seperti tertiup angin tanpa bekas, tanpa jejak, hanya pesan yang tak butuh lagi jawaban, meninggalkan kesan tanpa perasaan.

“Aku memang salah, Nin, dan kamu berhak melakukan ini padaku. Aku memang hanya mencoba memperbaiki puing-puing hubungan kita yang memang aku runtuhkan sendiri dulu. Tapi tidak usah kamu paksakan menerimaku … aku sudah lega kamu menemukan kotamu sendiri yang nyaman ..”

Walaupun tak kupandangi dia, kupalingkan mukaku ke arah lain, telingaku masih mau mendengar ceritanya, ya lebih karena ingin memenuhi rasa penasaranku.

Roy, nama yang dulu membuatku selalu tersenyum jika tersebut. Aku mengagumi segala apa yang pernah dia lakukan. Mengajakku jalan-jalan, nonton, kadang-kadang juga nakal mengajakku kabur pulang kerja duluan hanya buat nonton konser artis manca negara, dan tentu saja kado-kado spesial ultah berikut puisi-puisinya. Semua nada-nada cintanya indah. Ya memang indah, kecuali memang satu pertanyaan, aku tidak pernah di ajak ke rumah orang tuanya. Dia hanya selalu beralasan orang tuanya tidak ada di rumah terlalu sibuk dalam perjalanan bisnis.

“Nin, orang tuaku tidak setuju hubungan kita, meski aku berani hidup tanpa support mereka pun…”
“Oya ? Yang kulihat hanya serupa tikus yang kabur ketakutan tak berani mencicit sekalipun “

Aku masih kesal. Tapi setitik alasan yang jelas sudah terlambat, kuterima juga.

Dia punya hak mengutarakan ceritanya. Tapi hak ku juga dong, untuk tidak mengacuhkannya.

Keluarga Roy, memang sangat selektif terhadap siapa saja yang berhubungan dengannya. Ketika kabar hubungan kami terdengar orang tuanya, kontan saja, terjadi perselisihan. Roy, menunjukkannya dengan keluar rumah. Ayahnya, menunjukkan dengan tetap tegas, bahkan berani mencoret namanya dari hak waris. Sang ibu, tidak kuat kangen, akhirnya sakit keras. Sang ayah, malah makin parah dengan punya istri-istri lagi.

Ruwet, berkelindan, mungkin juga penuh kemunafikan. Walau ada nada sendu di sana, Roy bisa menceritakan masalah-masalah keluarganya dengan lancar.

“Dan kau, memilih keluargamu ‘kan ? Dan bukan aku ?”
“Ya, aku menyesalkan caranya, yang mungkin bagimu tak termaafkan”

Sederhana, nomor HP nya memang diganti, nomor lama entah dibuang ayahnya kemana. Roy, memang harus memilih,  dia memang berani berkonfrontasi dengan ayahnya, tetapi tak ingin ibunya menjadi korban keegoisan mereka berdua.

“Ibumu sudah sembuh ?”
“Ya, sekarang tenang di sisi-Nya, aku bahagia sempat melihat senyumnya buatku, dia bahkan menitipkan salam padamu, karena memang hanya ibuku yang memahami cinta kita dulu ..”

Aku tercekat. Keharuan mulai menyelimuti suasana.

“Sudah boleh ku pesankan kembali minuman ?”

Tak kutolak, hanya diam segan.  Beberapa menit kemudian seorang pelayan menghampiri kami dengan 2 gelas lemon juice seperti tadi. Dia menyampaikan pesanan sirloin steak kesukaanku akan agak terlambat karena banyaknya tamu.

“Ya, kalau kau sudah membuat alibi dan kisah sedih yang bisa kamu hafalkan, nice try lah” diriku tetap sinis.
“Bagian mana yang membuatku tampak berbohong, kali ini ?”
“Entah, tapi kamu terlalu lancar … aneh untuk kisah setragis itu”
“Ohhh ….”

Dia terdiam. Tampak berpikir hanya untuk menjawab selidikku yang mungkin sangat tepat.

“Pengampunan … ya untuk pengampunan, seperti yang kau bilang aku sering menceritakan kisah sendiri kehilangan kekasih, ditinggalkan ibu tercinta, dan buat apa segala pengorbananku ini ..”
“Ya, memang benar, ini bukan soal kamu memberi maaf, tapi soal diriku sendiri agar bisa mengampuni perasaan bersalahku. Aku tidak rela dulu dipisahkan darimu, aku tidak rela ayahku menjadikan ibuku alasan agar aku menurut, aku tidak rela ditinggalkan ibuku, dan banyak hal lain tentang ketidak relaan. Ketidak relaan yang terus bermetamorfosis, menjadi momok kebencian yang membakar hati dan jiwa. Ketakutan-ketakutan yang mendera sehingga hidupku kehilangan jati diri ..”

Aku tak lagi berpaling menghindari tatap matanya. Aku jadi tertarik tentang bagaimana cara dia keluar dari ketragisan hidupnya, ingin kubandingkan dengan diriku. Ternyata dia juga mengalami fase melarikan diri. Menghabiskan waktu bermabuk-mabukan, judi, terjebak narkoba, hingga kecelakaan yang membunuh teman-teman seisi mobilnya kecuali dia sendiri.

Perenungan mendalam tentang pertanyaan mengapa hanya dia yang terselamatkan, mengubah caranya menjalani hidup. Pasti ada alasan katanya.

“Kau sudah temukan jawabannya ?”
“Kamu … “ jawabannya kalem namun kurasakan nada yakin dari suaranya.
“Apa hubungannya ?”
“Tuhan mengampuni apa yang telah kuperbuat, jika dia memberiku hidup pasti tidak gratis, dan tidak layak juga bagiku menawar. Jika aku merusak diriku lagi, aku menghina pengampunan Tuhan, tapi lebih dari itu sesungguhnya alasanku hidup semaunya karena memang aku frustasi kehilangan orang-orang yang kucintai, aku ingin menghukum diriku sendiri ….”

Tampaknya perenungan-perenungan ala sufi bakal ku dengar. Tak kusangka dia akan menjadi begitu religius, dekat dengan Tuhan.

“Satu-satunya jalan berhenti menyalahkan diri sendiri, melepaskan semua hal sebagai sesuatu yang sudah berlalu. Mengampuni diriku sendiri, mengampuni ayahku sebagai sumber masalah, dan membangun segala sesuatunya mulai dari awal ….., walau butuh waktu hampir semua terlewati, kecuali ….” dia menghentikan bicaranya sejenak “…..kecuali menemukanmu sebagai kunci terakhir pengampunanku”

“Kalau tidak ?”
“Aku bahkan sudah pernah berusaha supaya Tuhan menghukumku ‘kan, aku sangat sadar jika kamu tidak menerima, setelah ini kau tetap membenciku seumur hidup tidak menjadikan masalah … karena aku sudah melepaskan bebanku”

Dia kini bukanlah Roy, yang kukenal dulu, romantis dan bak artis dimana-mana. Roy, sekarang tampaknya kehilangan kegegapgempitaan kemilau dunia sebagai gantinya dia seperti aliran air yang tenang. Dia bukan Roy yang ku kenal, atau aku yang sudah berubah karena begitu membencinya ?

“Jika boleh aku menawarkan sesuatu …”
“Apa ?”
“Menjadi orang baru ….”

Kucerna maksudnya, aku memang telah berubah menjadi manusia baru. Manusia lama dalam diriku dulu tentu sudah mati layu, jika aku tidak berubah, jika tidak kubuang kenangan-kenangan pahit yang begitu menyiksa. Aku hidup di kota baru, rutinitas baru, teman-teman baru, boleh dikata segala yang masuk dalam diriku semua jauh berbeda. Dia juga demikian, setelah terselamatkan dari kecelakaan itu, dia mengambil keputusan. Hidup lamanya adalah kesia-siaan belaka. Mengharapkan yang telah hilang hanyalah pungguk merindukan bulan. Kesempatan hidup keduanya adalah untuk menjadi orang baru dan bukan orang lama.

Jika semuanya baru, kita bertemu dengan cara baru masihkan aku dan dia bersatu kembali ? Belum tentu karena masing-masing dari aku dan dia telah berbeda dengan cara kami hidup. Perlu saling mengenal kembali, perlu memulai kembali dari nol, apakah harus ? Tidak juga, tidak buruk juga idenya. Sejarah kami biarlah mengalir ke muara mana takdir membawa.

“Baiklah, hai kenalkan Nina … Nina Satya , single, harus bangun pagi karena harus buru-buru nguber   bus jemputan karyawan “

“Roy, kenalkan juga Roy Nirwan, single, harus pulang malam kalau kerja karena klien sukanya minta aneh-aneh …”

Sejak itu kami orang baru.

by fixshine

 

Memandangimu

Sehari yang penuh makna adalah seharian memandangi kamu. Seakan-akan dunia berhenti, tetapi bukan kiamat namun nikmat. Terasa sungguh karena beratnya kemarin, tidak bisa memandangi nyata sosok dirimu. Penat, sebal, penuh ketegangan, yang menyiksa begitu melihat kamu semua sirna, hingga aku lupa aku pernah merasakan itu.

Aku tidak melakukan apa-apa. Hanya diam memandangi kamu. Itu cukup, karena semua darimu walau kita tak saling menyentuh pun sudah merasuk dalam diriku. Hembusan nafasmu yang lembut menyisir peluh-peluh kepenatanku. Hangatmu memelukku mengusir segerombolan hama yang lengket berhari-hari. Dan, keteduhan tatapanmu, itulah yang membuat segalanya dariku tunduk, nyaman, berdekatan denganmu.

Inikah hawa kasih ? tak kan kubagi, jika aku egois. Tapi berpikir kesitu pun tidak. Aku terlalu sibuk menikmati kedamaian memandangimu. Kantukku pun tak rela kuberi waktu. Sisa tenagaku, hanya untuk menumpahkan rindu, menuntaskan dahaga kehilanganmu berhari-hari yang lalu.

Apakah kita sudah berbincang sedari tadi ? belum
Apakah kita sudah saling menyentuh tadi ? belum
Apakah kita sudah memboroskan waktu dengan hanya berdiam diri dan saling memandang saja ? mungkin, tapi kharisma mu membekukan duniaku, duniaku, dunia yang isinya hanya ada kamu dan aku.

—-

Lalu kamu tiba-tiba menoleh memalingkan muka tidak ke arahku
“Kemana ?”

Kamu tidak menjawab, malah membelakangiku, dan sejenak ketakutan menyerang. Tak nyaman jika tiba-tiba aku ditinggalkan. Kamu berjalan aku tak tahu tujuanmu, kukejar dirimu, ku tak ingin kau tinggalkan lagi demikian cepat.

Oh ternyata, kamu membuka pintu kamar, melepaskan baju kebesaranmu, kemudian menatakan bantal-bantal di peraduan kita. Sekali lagi aku terbekukan melihat apa yang kamu lakukan dengan keanggunan gerak, sinergi rasa, elusan lembut menyeka debu, lalu tiba-tiba sempurna dirimu bersandar, matamu membuat sinyal kontak padaku.
“… dan kamu hanya mau berdiri saja, memandangiku ?”

Seketika sebelum matanya mengatup, entah apa yang menggerakkanku, aku ingin, aku kangen, aku ingin sekali, kangen sekali, … mendekapmu. Dari kebekuanku memandangi dirimu sedari tadi, entah bagaimana, dan aku tak berminat mengingat-ingat lagi prosesnya, kini aku sudah memeluk kehangat tubuhmu erat-erat. Aku melumer dalam rengkuhanmu.

Tak perlu lagi memandangimu.

Ketika tiada lagi jarak antara kita, mata ku pejamkan, lalu aku menerima dirimu sepenuhnya, kamu memberiku tetesan-tetesan cinta, membawa terbang, berlayar, bergelora bersama, hingga kembali dalam titik kedamaian bersama.

Terima kasih cinta telah datang hari ini.

by fixshine

Ke mall dong ..

Mall-mall tiap tahun sepertinya bangunannya hadir satu per satu. Menggusur lahan-lahan kumuh entah dulunya pasar tradisional, entah itu dulunya ya memang terdiri dari pemukiman penduduk asli ya akrab dengan lekukan gang-gang sempit. Perlu ga sih sebenarnya mall itu ? Yang digusur harga tanah semurah-murahnya ya pasti protes berdarah-darah. Namun yang hanya tinggal tau jadi seperti aku misalnya ya tinggal berdecak kagum saja.

Mon, nonton film ga malam ini ?” Rika menyentilku mengganggu keasyikanku menganggumi barisan counter Mall “Walking City” terbaru di kotaku.

Ganggu aja lu ah !”
Jiahh, sewot diaaa….!!!”

Aku memang sebal saat heningku diganggu orang. Beberapa jenis manusia seperti aku memang sering dibilang aneh, bahkan sombong. Kalau jalan ga mau nengok-nengok, kadang-kadang berhenti memperhatikan yang menarik, lalu pergi begitu saja. “mau pilih mana mbak ? Asesorisnya baru datang, ada yang baru, yang murah bagian sini, yang ekslusif agak atas …” pelayan-pelayan kios asesoris itu biasanya sudah ribut dari A sampai Z, apalagi jika ada barang yang ku pegang, lalu kulirik dikit. Hasilnya jangan harap ku beli, wong cuma ingin lihat yang unik saja, barang kutaruh ya sudah aku melenggang.

Mooon, gila lu yak ngapain lu lama2 di situ kalau ga beli ?! “
Liat-liat doang ..” santai jawabku tanpa tendensi.
huhh .. kasihan tau yang jual sudah berbusa nawar-nawarin ini itu”
Tetanggamu yak, pantas gelang antingmu ganti2 terus ..?”

Skak mat yang telak, dan temanku yang bawel itu harus terdiam manyun.

Baiklah, mall memang secara konsep paling dasar adalah tempat jual beli. Tidak berbeda dengan pasar tradisional. Lama aku harus mengerti, mengapa pasar tradisional harus di gusur, dan mall harus dibangun. Sedangkan, barang yang dijual relatif sama. Sampai ku kenal Rika miss asal Paris yang bangkrut lalu ngekos sebelah kamarku. Baginya style adalah penting, sampai tiap tahun dia harus membuat resolusi khusus untuk mode-mode baju yang akan dikenakan tiap tahunnya. Kenyamanan adalah prinsipnya, mode adalah nyawa hidupnya, dengan indikatornya harus ada yang melirik jika dia melenggak lenggok jalan.

Busyet, kupikir orang barusan melirik koin jatuh, kenapa Miss Mode ini tiba-tiba ceramah soal fashion. “ Dia barusan ngelirik aku, Monn. Pastiii ….” . “ Ihh situ oke ? …” . “ Kamu ga sadar bajuku ini model terusan berbahan halus keluaran terbaru, motif garis-garisnya oke, tentu saja kupilih yang mini he he sexy kan ? Dan ban pinggang ini … sangat chick ! “

Otakku sudah tak sanggup lagi melahap celotehnya, karena orang yang disangkanya melirik tadi pun tampaknya sudah sirna tak permisi. Mall menawarkan cara orang jual beli, dengan ide mahal lainnya kenyamanan. Bayangkan Miss mode ini, nyaman bergaya dengan berlenggak lenggok, nyaman bahkan niat untuk di lirik-lirik orang, mana mungkin dia ke pasar tradisional begitu, kalau enggak kepleset kena becek duluan berani taruhan. Karena nyaman juga feel free lah buat jalan-jalan nah ini tipeku. Aku suka suara keramaian, aku suka melarutkan perasaan-perasaan negatif di dalam diriku dalam keramaian mall. Melarut, sejuknya AC, tentu saja musik-musik yang nge-hits di putar. Sesekali juga melihat bocah-bocah kecil yang berlarian lalu kepleset, jatuh, menangis ga keruan keras, lalu ibunya datang dan dipeluk. Sebuah drama romantis yang selalu menghiburku.

Baiklah kita nonton, tapi aku ga mau yang midnight ..”

Rika kegirangan, lalu bak intel sigap masuk bioskop mewah bertuliskan XXI emas di atasnya. Ketika aku masuk dia sudah siap denga laporan 4 judul film lengkap resensi dan aktor aktris utamanya.

No romantic ..!!”
yahh …” lemas dia
emang kita pacaran ? Ogahh”
So , jangan gebuk-gebukkan or horror yah, please … please ? “
nonton Sherlock Holmes saja …”

Karena ku langsung nggeloyor saja ke kasir, dia pun ikut.

90 menit berlalu aku nonton dan puas, Rika ? Hanya mengomel karena kebingungan sendiri mengenai alurnya, kecuali berkali-kali bilang Hugh Jackman ganteng. Awas aja protes keluar studio, kan gue yang bayar kali ini he he …, tak kusangka dia malah bertanya

Mon, kamu ko ga pernah cerita punya cowok sih, ga pernah ngedate ya ?”

Rika benar satu ini, aku memang tidak pernah jalan-jalan bareng. Tidak pernah minta, tidak pernah punya masalah, dan kau selalu mendasarkan diri pada kepercayaan, aku cinta kamu, kamu demikian, dimana pun kita berada, hati kita selalu bicara.

Punya dunk .. nih “

Kutunjukkan ke Rika sederetan chattingan format BBM kepadanya.

“….

..

..

bla bla bla

bye honey, take care ya “

Woow, temanku laku juga, namanya ? “ dia merebut Blackberry-ku
Rico ..”

Tiba-tiba aku tersadar dia mengetikku sebarisan kalimat mereply chattinganku

Hai, nulis apa kamu, mo ngerjain ya ?!!”
lihat aja sendiri … he he”

dia kabur secepat kilat.

“…

Honey, ke sini dunk, jalan-jalan kita ke mall … nonton film romantis juga ya

.

Sial bukan gayaku menulis begini, tapi boleh juga sih.

by,

fixshine

citra sesederhana cinta

Warna yang berbeda dari kita
adalah pesona citra
tidak sekedar
hitam putih yang membosankan

Riak lekuk yang bersimpang
adalah nyata yang membuat kita
untuk terus belajar
membuat harmoni seindah sejarah air gunung
berpetualang menuju laut

Pada gambar yang akan kita lukis
ada bagian dirimu dan diriku
yang harus jujur tentang diriku dan dirimu
sehingga damai dan nyaman
karena ini langkah-langkah kita sendiri

Gambar dirimu dan diriku
‘kan serasi harmoni dalam citra
citra yang terukir dalam hati kita
citra sesederhana cinta
tempat semangat terus tergali
tempat roda hidup diputar mewujudkan mimpi
tempat ternyaman kita ‘ntuk kembali

from me
special for Widya

Bimbinglah aku

+/
Kamulah terang yang membawa kelumit harap dalam gelap yang membutakan
Kamulah mimpi yang menjaga jiwaku terpejam dalam kedamaian
Kamulah jeda, spasi yang memisahkan hidup dan kehampaan

Bimbinglah aku
memaknai rasa dibalik pertanda tanpa bertanya-tanya
memahami jarak tanpa merasa menjadi pungguk
menumpu harap tanpa meminta dunia

Sadarkan aku, yang masih terlelap dari takdirMu

-/
Jika kamu rindu saat lalu itu, bukalah buku harianmu
mungkin masih kau salin puisi-puisiku dulu untukmu
goresan tinta itu tak pernah berubah
menjadi penanda yang nyaman untuk kita
saling kembali

Mana tanganmu jika masih ingin ku bimbing
walau sayapmu telah membawamu terbang ke angkasa
melihat awan-awan yang tiap hari hanya bisa kubayangkan

Mari kubimbing menikmati secangkir teh ini
di bawah pohon rindang kita
tempat ternyaman untuk kembali
bersemikan bunga-bunga cinta

Kusadari, senyummu adalah memeluk takdir-Nya untukmu sendiri

by Dina and me

Izinkan aku ( menyambut Idul Fitri )

Ya Allah Ya Rabb-ku,
tiba-tiba saja kumandang takbir, takmid, dan tahlil itu terserukan
terkejut sangat aku ketika aku baru sedikit menyantap hidangan Ramadhan-mu
ketika aku menjatuhkan beberapa piring santap pahala berkah-Mu karena khilafku
apakah aku terlambat Tuhan-ku ..
apakah aku tertinggal Tuhan-ku ..
ketika hamba-Mu yang lain sudah berlomba-lomba dan mendapatkan kemenangannya

Begitulah kekasih yang nikmatnya bercinta dalam dzikir, rokaat-rokaat sholat malam, lembar-lembar ayat-ayat suci yang entah beratus juta kali terlantun
ketika sedang nikmat-nikmatnya ku mereguk, ketika lelah badanku sesaat dalam gelimangan cahaya berkahmu, aku tersadar bahwa pesta itu telah usai
dan aku langsung merindu berat lagi,
dan aku langsung berharap Ramadhan-ku bertemu kembali tahun depan,
dan aku linangan air mataku tak bisa menahan Ramadhan-ku bertahan barang sedetik pun

Ya Allah Pengasih-ku,
aku malu tidak menghargai Ramadhan-mu yang begitu indah dengan kesibukan duniaku
sekedar rutinitas yang melelahkanku di siang hari yang kurang menghidupkan malam-malammu
namun dalam hati terdalamku selalu kugemakan nama-Mu agar tetap merasa-Mu dalam tingkah polahku
sehingga dalam kejatuhanku Engkau segera mengangkatku,
menenangkan kekhawatiranku dengan jaminan hanya Engkaulah satu-satunya penolong dengan cara-cara rahasia-Mu,
akulah hamba-Mu yang sangat mudah tergelincir khilaf dan kesalahan, Kamu bisa hadir menyadarkanku dalam rupa apa saja,
dan cukup hanya kita yang tahu bahwa Engkau telah datang, Engkau tak suka dengan kekhilafanku
sederhana … tinggalkan …. karena hanya akan menodai belaian kasih-Mu

Ya Allah Penyayang-ku,
di hari Fitri dimana kemenangan adalah janji-Mu, dimana putih dimana-mana sebagai nuansa pertanda
Engkau menyembunyikan aib-aibku, hanya antara kita, dan sederhana kesempatan bagiku untuk kembali memperbaiki
apalagi yang lebih baik dari itu …?
Engkau mengujiku, membolak-balikkan hati dengan Kuasa-Mu, memberikan cobaan, mengangkatkan derita dengan cara-Mu yang terbaik, memberikan peringatan dalam rupa apa saja, dan apapun itu Engkau menyiapkanku untuk derajat manusia yang lebih baik

Ya Allah dengan Kebijaksanaanmu
izinkan aku membagikannya berkah-Mu dengan cara terbaik, izinkan menjadi yang Kau percaya menjadi saluran-saluran rizki bagi umat-Mu, agar lengkap cintaku kepada-Mu dan kepada sesama makhluk ciptaan-Mu
semoga dengan itu semakin menjadi penghias indah kerinduan Ramadhan-ku dan kesyukuran di hari Fitri-ku

Amin

by fixshine

Melawan Gundah

ketika gundah meraja
aku tahu diriku tak lagi tangguh
hati semakin rentan tercabik-cabik sinis mata,
canda mengungkap aib masa, kegagalan memalukan cita
dan gundah itu seakan terus mendera dengan penyesalan .. apa guna ?

ketika tangguh mulai memberontak
keberanian kecil akan menguatkan mata untuk menatap
tangan akan perlahan pasti mengepal
badan lalu bangkit
dan ketika engkau berhasil buktikan jalan lalu lari mengejar mimpi
gundah hanyalah sepenggal cerita basi ..

by fixshine

Aku kembali .. Guruku

Jika ada pintu yang ingin kuketuk kini, hanyalah pintu sederhana di depanku sekarang. Aku memandanginya, sejak berjam-jam yang lalu dari ujung jalan. Aku rela berhujan-hujan sambil menimbang-nimbang hatiku, beranikah aku mengetuk pintu itu. Begitu berartikah pintu itu ? Benarkah pintu itu akan mengubah arah hidupku ? Pintu itu berubah-ubah dalam sinaran cahaya rupa di mataku, meski kasat mata tak berubah sesekali menyala ditampar kilat guntur menyambar-nyambar

Itu adalah rumah guruku

Sepuluh tahun yang lalu aku masih ingat, di pagi yang cerah aku minta restu beliau Bapak guruku. Aku ingin ke kota, melihat hiruk pikuk dunia, mengadu jiwa muda dari desa menapaki takdir perkasa. Diriku yang terlalu lugu hanya percaya budi baik akan dibalas baik, maksud jahat akan menyingkir dengan doa suci terucap dalam hati, dan maafkan sajalah mereka yang telah berbuat curang padamu. Pesan beliau guruku, hati-hati memilih temanmu. Saat itu aku tak mengerti, karena yang kutahu saat itu semua temanku baik hati.

Aku biarkan deras hujan terus mengguyurku

Aku ingin dimandikan Tuhan, kiranya menurutku pantas, sampai puas. Mulutku terkatup rapat mendesis pun tidak. Tapi hatiku berteriak memanggilmu guruku, menangis, malu karena aku pulang hanya mengganti baju rapiku dulu dengan sepasang kumal baju dan celana kumal lengkap dengan wajah kusut lelah dan perut lapar.

Kalau aku tidak pulang padamu lalu pada siapa ?

Aku sudah tak berayah bunda, kamulah guruku yang memungutku dan membiarkanku besar dengan ajaran-ajaranmu tentang salah tentang benar, tentang adab, tentang santun, dan itu tak membuatku puas. Karena semewah-mewahnya bajuku hanya kemeja putih, karena secanggih-canggihnya tungganganku adalah sepeda pinjaman guruku ke pasar. Sebanyak-banyaknya hartaku adalah uang kelebihan belanjaan yang dibelas kasihan guruku padaku.

Guruku sayang padaku

Aku menangis mengingatnya. Aku merasa bersalah menyia-nyiakan kasih sayangnya. Karena di kota yang kukira ramah ternyata sangat angkuh dan pelit. Kota sangat pelit tak kenal aku tak sayang aku, dan setelah ku tersudut di ujung gang dengan perut lapar, baru dipungut, tidak untuk ditolong, tapi untuk diperas lagi. Sebungkus nasi untuk pekerjaan kasar tanpa upah jelas, dan cacian binatang para mandor. Setelah aku pingsan dihajar karena aku dikira malas menggaruk pasir, sadarku menyengat. Maaf kota, kamu terang-terangan menolakku, aku tak ingin berlama-lama lagi menghiba padamu.

Aku pulang… aku pulang

Hingga saat ini aku ragu, ingin, rindu, hanya bisa menunggu di depan sebuah pintu. Dingin ini mematungku, antara malu dan menggigil karena jarum-jarum tetesan hujan yang tak pernah mau juga mengampuniku. Setidaknya aku memberi tanda, kuputuskan …. sudah dengan seluruh sisa tenaga kuketok pintu itu

Aku mendengar suara ketokan itu sendiri dan ….. sekilas cahaya terang lalu gelap seluruh duniaku tenggelam dalam keheningan sadarku.

——————

Guruku sebenarnya tahu, ternyata ia hanya menunggu aku kembali

Ketika ku sadar dia tidak menanyaiku macam-macam, langsung menyuapiku dengan bubur hangat. Membiarkanku istirahat. Setelah aku sehat dia mengajakku memerah susu sapi di pagi hari, di sore hari memberi kesempatan padaku memanen hasil sawahnya. Aku memeluk kembali kehidupan lamaku.

“Guru, tidakkah kamu ingin tahu tentang apa yang menimpaku ?”
“Mungkin, tapi mungkin tidak terlalu penting ..”
“Lalu apa yang terpenting ?”
“Doamu …”

Singkat, dan memang doa yang selalu menguatkanku yang kubutuhkan

“ …..
Tuhan sudah berlalu masa-masa burukku,
sering menghantuiku, menyesakkan, dan menyiksaku
maka damaikan hatiku untuk menerima masa laluku yang tak mungkin bisa kuubah lagi;

Tuhan aku masih punya mimpi jika itu masih Kau-ijinkan
sering menyapakan hangat harapan bersama fajar mentari-Mu
maka beri aku keberanian untuk mengubah hal-hal yang masih mampu aku perbuat;

Tuhan keraguan akan selalu datang menggetarkanku
maka lindungi aku dengan kebijaksanaan untuk mengetahui beda antara keduanya …..”

by me
note : doanya digubah dikit dari serenity pray

Rapuh dan Tegar

)o+
rapuh itu …
seperti tak mampu berdiri walau ingin
seperti terbata-bata kehabisan kata
seperti aku saat tak ada kamu disini

)o>
tegar itu …
seperti penyangga banyak derita yang bertubi namun sama sekali tak berharap
seperti mengkristalkan rindu yang kian hari mengkilaukan arti
seperti aku yang berusaha selalu menenangkan diri tentangmu di sana

bagimu rapuh adalah tegar yang tersembunyi
bagiku tegar adalah rapuh yang kuajak bernyanyi

by gita and me